Pemotong PPh Pasal 21 berkewajiban untuk membuat bukti potong (bupot). Bukti potong tetap perlu dibuat dalam hal PPh Pasal 21 dipotong nihil.
Hal tersebut dijelaskan pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER 02/PJ/2024 (PER 02/2024). Pemotong tetap perlu membuat bukti pemotongan meskipun PPh Pasal 21 dipotong nihil karena adanya surat keterangan bebas atau dikenakan tarif 0%.
Selain itu terdapat beberapa kondisi yang mengharuskan pemotong tetap membuat bupot. Pasal 21. Pertama, tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 21 karena jumlah penghasilan yang diterima tidak melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Kedua, PPh Pasal 21 ditanggung Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Ketiga, PPh Pasal 21 diberikan fasilitas Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Kelima, jumlah PPh Pasal 26 yang dipotong nihil berdasarkan ketentuan persetujuan penghindaran pajak berganda yang ditunjukkan dengan adanya surat keterangan domisili dan/atau tanda terima surat keterangan domisili wajib pajak luar negeri.
Sebagai catatan, pemberi kerja atau pemotong tidak perlu membuat bukti potong jika tidak terdapat pembayaran penghasilan.
Sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) PER 2/2024, terdapat beberapa jenis bukti potong yang harus dibuat oleh pemberi kerja berdasarkan penghasilan/penerima penghasilan. Bukti potong tersebut adalah:
- Formulir 1721-VI untuk bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak bersifat final/PPh Pasal 26;
- Formulir 1721-VII untuk Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final;
- Formulir 1721-VIII untuk Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Bulanan; dan
- Formulir 1721-A1 yang merupakan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atau penerima pensiunan berkala (masa pajak terakhir).
Mulai masa pajak Januari 2024, wajib pajak membuat bukti potong melalui e-Bupot 21/26. Apa saja fitur-fitur dalam e-Bupot 21/26? Baca artikel berikut ini: Aktivasi dan Fitur e-Bupot 21/26